Pada tahun 37 H
Mu’awiyah, Gubernur Syria memberontak terhadap Amir al-Mu’minin ‘Ali ibn Abi
Thalib. Pemberontakan itu meletus karena dalam suasana berkabung dan emosi yang
meletup-letup karena pembunuhan ‘Utsman, ‘Ali mengeluarkan keputusan yang tidak
strategis sebagai seorang kepala negara, yaitu pemecatan Mu’awiyah dari jabatan
Gubernur Syria. Dengan pemecatan itu Mu’awiyah punya dua alasan untuk melawan
‘Ali. Tidak jelas mana yang lebih dominan, apakah karena ingin menuntut balas
atas kematian ‘Ustman atau ingin mempertahankan jabatannya sebagai Gubernur.
Sebelum peperangan meletus, ‘Ali sudah mengirim Jarir ibn Abdillah al-Bajuli untuk berunding dengan Mu’awiyah. Tapi perundingan tidak berhasil mencegah peperangan karena tuntutan Mu’awiyah yang terlalu berat untuk dipenuhi oleh ‘Ali. Mu’awiyah menuntut dua hal:
Sebelum peperangan meletus, ‘Ali sudah mengirim Jarir ibn Abdillah al-Bajuli untuk berunding dengan Mu’awiyah. Tapi perundingan tidak berhasil mencegah peperangan karena tuntutan Mu’awiyah yang terlalu berat untuk dipenuhi oleh ‘Ali. Mu’awiyah menuntut dua hal:
(1) Ekstradisi
dan penghukuman terhadap para pelaku pembunuhan Amir al Mu’minin ‘Utsman ibn
‘Afan; dan
(2) Pengunduran diri ‘Ali dari jabatan Imam
(khalifah) dan dibentuk sebuah Syura untuk memilih khalifah baru.
Sebelum peperangan
benar-benar meletus ‘Ali mengirim kembali juru runding yang terdiri dari
Syabats ibn ‘Aibi al-Yarbu’i at-Tamimi, ‘Ali ibn Hatim at-Tha’i, Yazid ibn Qais
al-Arhabi, dan Ziyad ibn Khasafah at-Taimi at-Tamimi, untuk merunding dengan
Mu’awiyah. Tapi perundingan inipun juga berakhir dengan kegagalan. Makalah ini
tidak akan menguraikan tentang perang Shiffien secara rinci, yang penting
diungkap di sini dalam kaitannya dengan kelahiran aliran Khawarij adalah ide
‘Amru ibn ‘Ash dari pihak Mu’awiyah untuk memecah belah pasukan ‘Ali dengan
mengangkat lembaran mushhaf Al-Qur’an dengan ujung tombak sebagai isyarat mohon
perdamaian dengan bertahkim kepada Kitab Suci Al-Qur’an. Tiga Sejarawan Muslim
besar, At-Thabari, Ibnu al-Atsir dan Ibnu Katsir menyebutkan peristiwa itu
dalam kitab mereka masing-masing. Menurut ‘Amru, tawaran bertahkim kepada
Al-Qur’an itu akan diterima oleh sebagian pengikut ‘Ali dan akan ditolak oleh
yang lain. Ali terpaksa mengikuti kehendak mereka, Al-Asy’asts ibn Qais
menawarkan diri untuk menemui Mu’awiyah dan menanyakan apa yang diinginkannya
dengan mengangkat mushhaf seperti itu. ‘Ali menyetujuinya. Kedua juru runding
itu mengumumkan hasil kesepakatan mereka. Yang duluan bicara adalah Abu Musa,
baru kemudian ‘Amru. Tapi kemudian ’Amru menghianati Abu Musa dengan secara
sepihak mengukuhkan Mu’awiyah menjadi Khalifah tanpa menurunkannya terlebih
dahulu seperti yang disepakat. Dalam pihak Ali sebagian memenuhi anjuran ‘Ali;
ada yang bergabung kembali dan ada yang pulang kampung serta ada yang
menyingkir ke daerah lain. Namun ada kelompok orang yang tetap membangkang. Mereka
menyerang pasukan ‘Ali pada tanggal 9 Shafar 38 H yang dikenal dengan
pertempuran Nahrawan yang mengenaskan itu. Hampir semua mereka mati terbunuh.
Hanya delapan orang saja yang selamat.
Komentar
Posting Komentar